Selasa, 07 April 2009

Menelusuri Jejak-Jejak Kerajaan Inderapura di Muaro Sakai.

Puing-Puing bekas Istana Kerajaan Inderapura

Kerajaan Inderapura terletak di Muaro Sakai kenagarian Inderapura kecamatan Pancung Soal Kabupaten Pesisir Selatan.

Kerajaan inderapura ini pernah mengalami kejayaan pada abad ke XVII-XVIII.

Samuderapura yang menjadi Bandar kerajaan Inderapura sangat ramai dikunjungi oleh kapal-kapal dagang eropa,asia dan timur tengah.

Kerajaan ini menjadi rebutan dari berbagai pihak dikarenakan posisinya sebagai kota pantai yang menjadi pusat perdagangan dengan komoditi utama emas dan lada (merica).

Hal ini dapat bertahan agak lama karena Kerajaan Inderapura juga memiliki armada laut yang kuat.

Dalam beberapa cerita di masyarakat ada yang mengatakan kalau kerajaan Inderapura berada dibawah kekuasaan pagaruyung,tetapi sampai saat ini tidak satupun bukti yang dapat membuktikan Kerajaan Inderapura ini tunduk kepada Kerajaan Pagaruyung.

Hal ini dapat dilihat dari cara Kerajaan Inderapura mengurus kerajaannya baik keluar maupun kedalam.

Tidak tersebut nama pagaruyung ketika Kesultan Aceh menanamkan pengaruhnya di Inderapura.Juga tentang batas kerajaan Inderapura yang hamper sama dengan batas-kerajaan pagaruyung. Ke utara sampai ke natal airbangis,ke selatan sampai teratak air hitam,ketimur sampai ke Durian ditakuk raja dan sebelah barata adalah samudera Indonesia.

Hal ini memang menjadi pertanyaan yang masih misterius untuk diungkapkan apakah ada hubungan antara Kerajaan Inderapura ini denagn kerajaan Pagaruyung.

Walau sekarang Kerajaan Inderapura sudah tidak ada lagi tetapi bekas-bekas kerajaan itu masih dapat kita jumpai di Muaro sakai Inderapura,kecamatan Pancung Soal Kabupaten pesisir Selatan Diantaranya :

Meriam besar yang terdapat di sekitar reruntuhan istana


Benda-benda pusaka milik kerajaan Inderapura


Makam raja Inderapura


Rumah Ahli waris kerajaan inderapura di Muaro Sakai Inderapura

Untuk mencapai lokasi bekas kerajaan Inderapura ini melalui jalan darat adalah dari Padang menuju Painan kabupaten Pesisir Selatan terus ke Inderapura kecamatan pancung Soal,setiba di Inderapura belok ke kanan ke arah Muaro sakai.sesampai di Pasar Minggu Muaro sakai wisatawan cari rumah yang ada meriamnya.Disini tanya nama Siti Agustina atau lebih dikenal dengan nama Uniang Gustina atau Bapak St.Zainal Arifin Abas kedua nama tersebut adalah ahli waris dari kerajaan Inderapura atau Bapak Mardiyon (oyon las) bapak ini merupakan sumando dirumah tersebut.
Wisatawan akan memperoleh penjelasan tentang kerajaan Inderapura dari orang-orang tersebut.
Selamat menelusuri Jejak-jejak kerajaan Inderapura yang pernah jaya dahulunya di bumi ranah minang ini.(Basriandi Abbas)

Jumat, 27 Maret 2009

Monumen Thomas Parr

Monumen Thomas Parr

Monumen ini dikenal rakyat Bengkulu dengan sebutan Kuburan Bulek (bulat) karena bentuk monumen tersebut yang berbentuk bulat. Disinilah dikubur seorang penguasa Inggris Residen Thomas Parr. Ia seorang penguasa yang kejam. Sejak ia berkuasa tahun 1805, ia memaksa rakyat menanam komoditi yang laku di pasaran dunia. Sejauh 1 km dari kawasan ini juga terdapat komplek pemakaman warga eropa terutama Inggris. Taman pemakaman ini menjadi obyek wisata sejarah dan nostalgia terutama bagi warga negara Inggris yang berkunjung.

Rumah Pengasingan Bung Karno

Sungguh tiada dapat dipungkiri bahwa kharisma, ketauladanan dan kematangan jiwa sebagai seorang pemimpin besar yang terdapat pada diri Ir. Soekarno – Sang Proklamator dan Presiden Pertama Republik Indonesia – merupakan hasil dari rangkaian proses yang penuh dengan pahit getirnya perjuangan. Seluruh romantika itu seolah harus beliau alami sebagai prasyarat untuk mengambil ‘tuah’ untuk mengayomi seluruh rasa dan gelora Bangsa Indonesia yang akan dipimpinnya di kemudian hari. Lembaran-lembaran kehidupan telah ‘mengasah’, ‘mengasih’ dan ‘mengasuh’ beliau hingga akhirnya muncul dari inti bumi, menjadi ‘mutiara pertiwi’ yang menyinari perjuangan bangsa dengan hati dan jiwa yang tetap membumi.
Salah satu lembar penitis ’tuah’ kepemimpinan itu adalah perjalanan pengasingan ‘Sang Maestro’ di Bengkulu. Dengan tendensi untuk membuat perjuangan beliau mati, penjajah Kolonial Belanda mengirim Ir. Soekarno ke Bumi Raflesia yang saat itu sangat terpencil dan merupakan wilayah ex-kolonialisme Inggris yang ditukar guling oleh Belanda dengan pulau kecil Singapura di Selat Malaka.
Namun siapa nyana, ternyata di tempat ini justru beliau menerima ‘wangsit keagungan’-nya sebagai ‘kusuma’ bangsa. Hari-hari di pengasingan ternyata bukan lah hari-hari yang kelam dan sia-sia. Namun justru menjadi hari-hari yang membuat beliau mendapatkan banyak ’mukjizat’. Dari bumi ’Bengkulen’ ini Sang Proklamator mendapatkan titisan Pemimpin Besar Nusantara yang disegani oleh seluruh penjuru dunia. Konon, berbagai spirit pusaka dari Bengkulu selalu menjadi bagian penting dalam kepemimpinan beliau.
Lebih dari itu, kepemimpinan ’Sang Bapak Bangsa Indonesia Sepanjang Masa’ ini seolah tiada dapat dipisahkan dari kesempurnaan yang begitu indah dari keteduhan sekeping hati seorang Putri Bengkulu, Fatmawati. Kehangatan jiwa seorang Fatmawati menjadi penyempurna segala kebahagiaan dan penghapus segala keluh ’Sang Pemimpin’ dalam meretas bulir demi bulir keringat perjuangan kemerdekaan bangsa.
Dalam segala kesederhanaannya, ’Sang Bunga Pertiwi’ tampil menjadi ’sandaran hati’ kebanggaan sang suami; menjadi ibu yang mengayomi seluruh anak negeri. Perjuangan merebut kemerdekaan yang ditasbihkan dengan pernyataan ’Proklamasi Kemerdekaan’ oleh Sang Proklamator disempurnakan dengan begitu indah oleh ’Bu Fat’ dengan lentik jari mungilnya yang halus kuning langsat merangkai lembaran kain ’Merah Putih’ – Bendera Pusaka. Amanah rakyat sebagai Presiden Pertama RI yang harus diemban ’Bung Karno’ disempurnakan dengan begitu tulus dan bersahaja oleh Fatmawati sebagai Ibu Negara pertama Indonesia.
Kisah pahit getir perjuangan di pengasingan, keteguhan hati, spirit kejuangan, kebersamaan dengan rakyat, hingga kisah romantisme sebagaimana dituturkan diatas terekam dengan begitu lengkap, nyata dan terpelihara dengan baik di sebuah rumah di Jalan Soekarno – Hatta, Kelurahan Anggut Atas Kota Bengkulu. Rumah yang didiami oleh Ir. Soekarno semasa pengasingannya di Bengkulu Tahun 1938 s/d 1942.
Rumah kediaman ini menjadi situs sejarah yang sangat penting bagi Bangsa Indonesia saat ini. Oleh karenanya untuk kepentingan pengembangan dan pemeliharaan kelangsungan aset sejarah, situs ini berikut areal di sekitarnya telah direvitalisasi menjadi Kawasan Persada Bung Karno. Dengan ini diharapkan seluruh ’anak negeri’ dan pengunjung dapat memahami betapa Bengkulu memegang peranan yang sangat penting bagi lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Datanglah ke Bengkulu, dan rasakan betapa bangganya menjadi Bangsa Indonesia !!!! (La Fortuna)

Tugu Hamilton

Hamilton adalah salah satu tentara Inggris yang gugur dalam sebuah pertempuran terbuka menghadapi perlawanan rakyat Bengkulu pada masa kolonialisme Inggris di Bengkulu. Untuk mengenang kegigihan dan semangat patriotismenya yang tinggi maka Pemerintah Kolonial Inggris pada masa itu membangunkan sebuah monumen berbentuk semacam tugu di pesisir pantai Panjang Kota Bengkulu. Tempat dimana monumen itu dibangun saat ini menjadi sebuah situs sejarah yang cukup penting hingga akhirya Pemerintah Daerah menempatkannya di titik tengah sebuah bundaran persimpangan arah jalan menuju berbagai situs dan kawasan objek Wisata di Kota Bengkulu. Mengingat patriotisme tentunya akan membuat anak cucu ‘Hamilton’ berbangga pada moyang mereka ini. (La Fortuna)

Kompleks Makam Warga Inggris

Dalam rentang masa pendudukannya cukup banyak orang-orang dari kerajaan Inggris yang akhirnya meninggal dunia di Bengkulu. Selain meninggal karena peperangan menghadapi perlawanan rakyat Bengkulu, ada juga yang meninggal karena sakit maupun sebab-sebab lainnya. Dan sebagai bangsa yang besar tentunya masyarakat kolonial Inggris di Bengkulu saat itu melakukan berbagai ritual untuk memberikan penghormatan bagi jenazah-jenazah mereka.
Salah satu prasasti yang mencerminkan adanya ritual penghormatan tersebut adalah adanya kompleks makam khusus warga Inggris di suatu areal tertentu yang dihiasi dengan berbagai ornamen dan simbol-simbol yang bercorak Eropa yang kental nuansa Inggris sebagai bangsa maritim. Bertakhtakan batu nisan yang kokoh, kompleks pemakaman ini sarat dengan guratan-guratan yang bertuliskan cerita tentang identitas penghuni makam, riwayat hidup dan kisah kematian masing-masing penghuniya. Suasana di kompleks pemakaman benar-benar dapat membawa kita mengunjungi harmoni suasana masa lalu. Seakan kejadian yang telah berlangsung beratus-ratus tahun lampau itu baru terjadi beberapa hari yang lalu.
Keheningan suasana bathin yag menyelimuti kompleks pemakaman ini mengisyaratkan betapa sakralnya setiap ritual yang pernah terjadi disini. Kompleks pemakaman ini merupakan prasasti tepat generasi masa lalu bercerita pada anak cucunya di masa kini dan selanjutnya. Kompleks pemakaman ini bukan milik Masyarakat Bengkulu saja, tapi juga milik para anak cucu Bangsa Inggris yang nenek moyangnya telah bersemayam disini. Kompleks pemakaman ini adalah milik Bangsa Inggris yang dititipkan pada Bangsa Indonesia, yang wajib dijaga oleh kedua bangsa ini sebagai takhta atas kejayaan bersama masa lalu dan masa kini. (La Fortuna)

Rumah Kediaman Thomas Stamford Raffles

Thomas Stamford Raffles adalah Gubernur terakhir Inggris di Bengkulu sebelum akhirnya penguasaan terhadap Bengkulu di tukar oleh Pemerintah Kolonial Belanda dengan Pulau Kecil di ujung Semenanjung Malaka, ‘Singapura’. Dalam masa kekuasaannya Raffles tinggal di rumah ini yang selain digunakan sebagai tempat tinggal, juga dimanfaatkan untuk berbagai aktifitas dalam pemerintahannya. Bangunan ‘Istana Gubenur’ ini terletak sekitar 300 meter ke arah Utara Benteng Marlborough. Diantara kedua bangunan penting ini terdapat Tugu Thomas Parr yang merupakan salah satu monumen penting baik bagi Bangsa Inggris maupun Bangsa Indonesia. Konon cerita pada masanya terdapat terowongan bawah tanah yang menghubungkan Rumah Gubernur ini dengan sisi dalam Benteng Marlborough dengan melalui sisi bawah Tugu thomas Parr.

Rumah kediaman yang lebih mengesankan sebagai ’Istana’ ini sangat kental dengan corak arsitektur Eropa. Tiang-tiang besar yang berjajar di sisi depan bangunan mengesankan kekuatan dan kemegahan. Dinding-dinding yang tebal dengan bingkai jendela yang lebar merupakan ciri khas bangunan Bangsa Eropa pada masa itu.
Setelah kemerdekaan dan terutama setelah ditetapkannya Keresidenan Bengkulu menjadi Provinsi sendiri yang terpisah dari Provinsi Sumatera Selatan, Bangunan Rumah Kediaman Thomas Stamford Raffles ini di setahap demi setahap dipugar. Sekarang bangunan ini dimanfaatkan sebagai Rumah Kediaman Gubernur Bengkulu dimana sering pula digunakan sebagai tempat melakukan berbagai aktifitas pemerintahan daerah.
Bangunan ‘Istana’ Raffles ini menjadi tempat yang tak boleh dilewatkan bila kita berkunjung ke Bengkulu. Bangunan ini merupakan bagian dari rangkaian prasasti yang mengisahkan kepada kita –generasi saat ini - betapa interaksi antara masyarakat Inggris dengan masyarakat Bengkulu pada masa itu begitu sarat dengan kesan dan kisah heroisme. (Al Aksan)

Benteng Fort York Bengkulu


Situs Benteng York adalah sebuah kawasan puing-puing bebatuan bekas bagunan Fort York. Lokasi ini menjadi sebuah situs bersejarah lantaran pada zamannya, di lokasi ini pernah berdiri sebuah benteng pertahanan pertama Kolonialisme Ingggris di tanah Bengkulu. Situs benteng ini berkedudukan di Muara Sungai Bengkulu sedikit menjorok ke dalam. Bangunan ini murni berfungsi sebagai benteng pertahanan utama bangsa Inggris sebelum akhirya dipindahkan setelah selesainya pembangunan Fort Marlbrough.
Berbeda dengan suasana di situs Fort Marlborough yang lebih bernuansa wisata sejarah dan eksotisme masa kolonial, suasana di situs Fort York lebih menjanjikan bagi para pengunjung yang mengingingkan bernostalgia dengan mistisme masa lampau. Berbagai ceritera dari mulut ke mulut sangat mengesankan bahwa lawatan ke situs ini dapat membawa pegunjung berinteraksi dengan berbagai bayangan kehidupan pada zaman saat Fort ini masih digunakan. Situs ini sangat menjanjikan bagi mereka yang berjiwa penjelajah antar masa. (Al Aksan)